PERAN KORAMIL MELALUI BINTER UNTUK MENCEGAH KONFLIK SOSIAL DI WILAYAH
Dalam rangka menghadapi kondisi
bangsa saat ini, dengan tegas dijelaskan bahwa TNI sebagai Alat Negara di
bidang pertahanan dan berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No
34/2004 telah mengamanatkan bahwa tugas pokok TNI adalah “ Menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
Negara termasuk tugas-tugas TNI dalam OMP dan OMSP.
Menyikapi hal tersebut maka
pimpinan TNI dalam hal ini Pimpinan TNI-AD sudah mengambil langkah-langkah
pembenahan didalam merancang tentang tugas dan tanggung jawab Komando
Teritorial (Kodim) didalam melaksankan tugasnya dilapangan, sehingga diharapkan
tugas pokok Komando Teritorial (Kodim) dalam hal ini pembinaan Geografi,
pembinaan Demografi dan pembinaan Kondisi Sosial dapat betul-betul
dailaksanakan dengan baik melalui metode Bhakti TNI dan Pendekatan Kerakyatan
guna menciptakan sistim ketahanan wilayah yang tangguh dan barisan terdepan didalam
melaksankan kegiatan ini ada pada tingkatan Kodim dan Koramil yang merupakan
ujung tombak dari pembinaan kewilayahan dalam mendukung ketahanan wilayah.
Unsur-unsur konflik sosial adalah dua pihak atau lebih yang terlibat konflik,
ada tujuan yang menjadi sasaran konflik dan tujuan tersebut sebagai sumber
konflik, ada perbedaan pikiran, perasaan dan tindakan untuk meraih tujuan yang
saling memaksakan atau menghancurkan.
Kemudian ciri-ciri konflik
Sosial, Bersifat alamiah yakni anggota antar golongan atau kelompok yang
terlibat konflik cenderung lebih terdorong untuk melakukan konflik berikutnya
terhadap kepentingan kelompoknya. Umumnya terjadi antara masyarakat mayoritas
dengan minoritas, sering diiringi dengan kekerasan yang berlangsung dalam ruang
dan waktu tertentu, mereka yang terlibat konflik merasa belum puas karena
kebutuhan mereka belum terpenuhi, konflik melibatkan dua kelompok kepentingan
yang saling memperebutkan kebutuhan hidup. Selanjutnya sumber-sumber konflik
sosial yaitu perbedaan orientasi nilai budaya dan masing-masing saling
memaksakan kehendak, tertutupnya pintu komunikasi antar masing-masing pihak
sehingga tidak bisa saling memahami pola budaya, kepemimpinan yang tidak
efektif dan pengambilan keputusan yang tidak adil, ketidakcocokan peran-peran
sosial, yang disertai dengan pemaksaan kehendak, produktivitas masing-masing
pihak rendah dalam kelompok, sehingga kebutuhan kelompok tidak terpenuhi,
terjadinya perubahan sosial budaya yang bersifat revolusioner, sehingga terjadi
disintegrasi sosial budaya, karena latar belakang historis yang tidak baik dan
terjadinya kesenjangan sosial ekonomi.
Menyikapi permasalahan konflik
sosial dan perkembangannya di wilayah maka perlu diambil langkah-langkah
penanganan yang bersifat antisipatif, pencegahan dan penanggulangan guna
mengileminir terhadap terjadinya konflik sosial ataupun meminimalisasi
kemungkinan kerugian jiwa dan materiil akibat terjadinya konflik dengan tetap
mengacu pada UU RI No. 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (2)b tugas pokok
operasi militer selain perang (OMSP), UU RI No. 7 tahun 2012 tentang
penanggulangan konflik sosial dan Inpres No. 2 tahun 2013. Pencegahan Konflik
Sosial adalah menghilangkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik
disuatu wilayah dengan menguatkan rasa Nasionalisme, Persatuan dan Kesatuan
Bangsa dan Negara, menciptakan pembauran secara alami dan sistematis dalam
pengawasan ketat berfasilitas kesamaan kultur yang sama, religius dan membangun
kekeluargaan.
Meminimalisasi faktor-faktor yang
dapat menimbulkan potensi kerawanan konflik dengan mengoptimalkan kegiatan
Penyuluhan Sosial terhadap masyarakat guna memberikan pemahaman akan pentingnya
hidup berdampingan sesama manusia dalam suatu kehidupan sosial masyarakat dan
membuat kesepakatan aturan yang jelas dalam semangat keadilan dan penguasaan
sektor-sektor tertentu, misalnya sektor ekonomi, sosial budaya, pemerintahan
dan politik serta mendorong pemberlakukan aturan yang sama dalam penegakan
hukum. Akulturasi budaya dalam kesepakatan aturan yang mengikat berbagai pihak
yang terlibat dengan mempererat silaturahmi di antara tokoh masyarakat dan
anggota masyarakat, menciptakan kegiatan-kegiatan bersama yang diekspos melalui
media publikasi yang tersebar.
Sedapat mungkin mencegah
terulangnya kembali konflik yang sama disuatu wilayah dengan melakukan
rekonstruksi dan mengkaji ulang akar permasalahan konflik guna menjadikan
pedoman dalam membangun kebersamaan, persatuan dan kesatuan dalam lingkungan
kehidupan sosial masyarakat dengan menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat
memicu kembali konflik dan mengekspos berbagai kegiatan bernuansa perdamaian
serta tidak mempublikasikan berbagai peristiwa atau insiden sekecil apapun yang
melibatkan pihak-pihak yang pernah bertikai. Namun penegakan hukum yang
berkeadilan dan transparan dengan mempertimbangkan proses penyelesaian
permasalahan konflik melalui mekanisme hukum adat dan sosial budaya daerah
setempat, sebagai berikut :
menghambat perkembangan potensi
kerawanan konflik dengan melokalisir warga dalam kategori perbedaan yang
bersentuhan langsung dengan permasalahan kerawanan konflik sosial kepentingan
antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Meningkatkan intensitas
monitoring dari Pemerintah dan penegakan hukum sedini dan secepat mungkin,
melaksanakan pembinaan terhadap lingkungan kehidupan sosial masyarakat di
daerah yang memiliki potensi kerawanan konflik melalui pendekatan Komunikasi
Sosial sebagai landasan dalam mengelola sikap terhadap konflik. Hal tersebut
secara moral bukan untuk dihakimi, tetapi untuk menjadi saling melengkapi atas
kekurangan dan kelebihan yang ada.
Bersikap dan bertindak bijak
terhadap diri sendiri dengan mensyukuri kelebihan yang kita miliki,
memanfaatkan kelebihan diri dengan rendah hati di jalan kebaikan dan kebenaran,
serta menyadari kekurangan diri dan selalu berupaya memperbaiki diri.
Merendahkan hati dan memberi maaf serta menjalin silaturahmi antara sesama
masyarakat guna menciptakan harmonisasi dalam lingkungan kehidupan sosial
masyarakat di daerah.
Konflik yang pernah terjadi dapat
merupakan pembelajaran sikap hidup, pendewasaan berpikir dan pematangan jiwa
Prajurit Satkowil untuk belajar memahami orang lain, menghargai perbedaan dalam
kebhinekaan dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Untuk mendukung keberhasilan
pelaksanaan Optimalisasi Pencegahan Konflik Sosial diwilayah, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Salah satu kunci pencegahan
konflik sosial yang berkesinambungan adalah bagaimana membangun kepercayaan
yang ada ditingkat tokoh msyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh-tokoh
yang berpengaruh di lingkungan sosial masyarakat bersama pejabat penentu
kebijakan di daerah.
2. Permasalahan sosial masyarakat
dan penanganan konflik yang terjadi selama ini cenderung tidak terselesaikan
secara optimal ke akar permasalahan, sehingga dapat menimbulkan potensi konflik
yang berkelanjutan, karena mekanisme penanganan konflik belum terpadu,
bersinergi dan terintegrasi antara sesama elemen bangsa.
3. Pemerintah dalam konteks
otonomi daerah harus mampu bersikap tegas dan memberikan solusi penyelesaian
akar permasalahan sosial masyarakat yang merupakan sumber kerawanan potensi
konflik di daerah melalui pendekatan penegakan hukum dan hak asasi manusia
(HAM) serta melaksanakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan.
Keberhasilan pelaksanaan tugas
pokok Satuan Kewilayahan TNI AD sangat ditentukan oleh sejauh mana Efektivitas
Pelaksanaan Pembinaan Fungsi Utarma TNI AD yang diarahkan untuk mewujudkan
penampilan salah satu fungsi Pembinaan Teritorial (Binter).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar