Selasa, 11 April 2017

PERAN KORAMIL MELALUI BINTER UNTUK MENCEGAH KONFLIK SOSIAL DI WILAYAH



PERAN KORAMIL MELALUI BINTER UNTUK MENCEGAH KONFLIK SOSIAL DI WILAYAH

Dalam rangka menghadapi kondisi bangsa saat ini, dengan tegas dijelaskan bahwa TNI sebagai Alat Negara di bidang pertahanan dan berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No 34/2004 telah mengamanatkan bahwa tugas pokok TNI adalah “ Menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara termasuk tugas-tugas TNI dalam OMP dan OMSP.
Menyikapi hal tersebut maka pimpinan TNI dalam hal ini Pimpinan TNI-AD sudah mengambil langkah-langkah pembenahan didalam merancang tentang tugas dan tanggung jawab Komando Teritorial (Kodim) didalam melaksankan tugasnya dilapangan, sehingga diharapkan tugas pokok Komando Teritorial (Kodim) dalam hal ini pembinaan Geografi, pembinaan Demografi dan pembinaan Kondisi Sosial dapat betul-betul dailaksanakan dengan baik melalui metode Bhakti TNI dan Pendekatan Kerakyatan guna menciptakan sistim ketahanan wilayah yang tangguh dan barisan terdepan didalam melaksankan kegiatan ini ada pada tingkatan Kodim dan Koramil yang merupakan ujung tombak dari pembinaan kewilayahan dalam mendukung ketahanan wilayah. Unsur-unsur konflik sosial adalah dua pihak atau lebih yang terlibat konflik,
ada tujuan yang menjadi sasaran konflik dan tujuan tersebut sebagai sumber konflik, ada perbedaan pikiran, perasaan dan tindakan untuk meraih tujuan yang saling memaksakan atau menghancurkan.
Kemudian ciri-ciri konflik Sosial, Bersifat alamiah yakni anggota antar golongan atau kelompok yang terlibat konflik cenderung lebih terdorong untuk melakukan konflik berikutnya terhadap kepentingan kelompoknya. Umumnya terjadi antara masyarakat mayoritas dengan minoritas, sering diiringi dengan kekerasan yang berlangsung dalam ruang dan waktu tertentu, mereka yang terlibat konflik merasa belum puas karena kebutuhan mereka belum terpenuhi, konflik melibatkan dua kelompok kepentingan yang saling memperebutkan kebutuhan hidup. Selanjutnya sumber-sumber konflik sosial yaitu perbedaan orientasi nilai budaya dan masing-masing saling memaksakan kehendak, tertutupnya pintu komunikasi antar masing-masing pihak sehingga tidak bisa saling memahami pola budaya, kepemimpinan yang tidak efektif dan pengambilan keputusan yang tidak adil, ketidakcocokan peran-peran sosial, yang disertai dengan pemaksaan kehendak, produktivitas masing-masing pihak rendah dalam kelompok, sehingga kebutuhan kelompok tidak terpenuhi, terjadinya perubahan sosial budaya yang bersifat revolusioner, sehingga terjadi disintegrasi sosial budaya, karena latar belakang historis yang tidak baik dan terjadinya kesenjangan sosial ekonomi.
Menyikapi permasalahan konflik sosial dan perkembangannya di wilayah maka perlu diambil langkah-langkah penanganan yang bersifat antisipatif, pencegahan dan penanggulangan guna mengileminir terhadap terjadinya konflik sosial ataupun meminimalisasi kemungkinan kerugian jiwa dan materiil akibat terjadinya konflik dengan tetap mengacu pada UU RI No. 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (2)b tugas pokok operasi militer selain perang (OMSP), UU RI No. 7 tahun 2012 tentang penanggulangan konflik sosial dan Inpres No. 2 tahun 2013. Pencegahan Konflik Sosial adalah menghilangkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik disuatu wilayah dengan menguatkan rasa Nasionalisme, Persatuan dan Kesatuan Bangsa dan Negara, menciptakan pembauran secara alami dan sistematis dalam pengawasan ketat berfasilitas kesamaan kultur yang sama, religius dan membangun kekeluargaan.
Meminimalisasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan potensi kerawanan konflik dengan mengoptimalkan kegiatan Penyuluhan Sosial terhadap masyarakat guna memberikan pemahaman akan pentingnya hidup berdampingan sesama manusia dalam suatu kehidupan sosial masyarakat dan membuat kesepakatan aturan yang jelas dalam semangat keadilan dan penguasaan sektor-sektor tertentu, misalnya sektor ekonomi, sosial budaya, pemerintahan dan politik serta mendorong pemberlakukan aturan yang sama dalam penegakan hukum. Akulturasi budaya dalam kesepakatan aturan yang mengikat berbagai pihak yang terlibat dengan mempererat silaturahmi di antara tokoh masyarakat dan anggota masyarakat, menciptakan kegiatan-kegiatan bersama yang diekspos melalui media publikasi yang tersebar.
Sedapat mungkin mencegah terulangnya kembali konflik yang sama disuatu wilayah dengan melakukan rekonstruksi dan mengkaji ulang akar permasalahan konflik guna menjadikan pedoman dalam membangun kebersamaan, persatuan dan kesatuan dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat dengan menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat memicu kembali konflik dan mengekspos berbagai kegiatan bernuansa perdamaian serta tidak mempublikasikan berbagai peristiwa atau insiden sekecil apapun yang melibatkan pihak-pihak yang pernah bertikai. Namun penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan dengan mempertimbangkan proses penyelesaian permasalahan konflik melalui mekanisme hukum adat dan sosial budaya daerah setempat, sebagai berikut :
menghambat perkembangan potensi kerawanan konflik dengan melokalisir warga dalam kategori perbedaan yang bersentuhan langsung dengan permasalahan kerawanan konflik sosial kepentingan antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Meningkatkan intensitas monitoring dari Pemerintah dan penegakan hukum sedini dan secepat mungkin, melaksanakan pembinaan terhadap lingkungan kehidupan sosial masyarakat di daerah yang memiliki potensi kerawanan konflik melalui pendekatan Komunikasi Sosial sebagai landasan dalam mengelola sikap terhadap konflik. Hal tersebut secara moral bukan untuk dihakimi, tetapi untuk menjadi saling melengkapi atas kekurangan dan kelebihan yang ada.
Bersikap dan bertindak bijak terhadap diri sendiri dengan mensyukuri kelebihan yang kita miliki, memanfaatkan kelebihan diri dengan rendah hati di jalan kebaikan dan kebenaran, serta menyadari kekurangan diri dan selalu berupaya memperbaiki diri. Merendahkan hati dan memberi maaf serta menjalin silaturahmi antara sesama masyarakat guna menciptakan harmonisasi dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat di daerah.
Konflik yang pernah terjadi dapat merupakan pembelajaran sikap hidup, pendewasaan berpikir dan pematangan jiwa Prajurit Satkowil untuk belajar memahami orang lain, menghargai perbedaan dalam kebhinekaan dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan Optimalisasi Pencegahan Konflik Sosial diwilayah, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Salah satu kunci pencegahan konflik sosial yang berkesinambungan adalah bagaimana membangun kepercayaan yang ada ditingkat tokoh msyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh-tokoh yang berpengaruh di lingkungan sosial masyarakat bersama pejabat penentu kebijakan di daerah.
2. Permasalahan sosial masyarakat dan penanganan konflik yang terjadi selama ini cenderung tidak terselesaikan secara optimal ke akar permasalahan, sehingga dapat menimbulkan potensi konflik yang berkelanjutan, karena mekanisme penanganan konflik belum terpadu, bersinergi dan terintegrasi antara sesama elemen bangsa.
3. Pemerintah dalam konteks otonomi daerah harus mampu bersikap tegas dan memberikan solusi penyelesaian akar permasalahan sosial masyarakat yang merupakan sumber kerawanan potensi konflik di daerah melalui pendekatan penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) serta melaksanakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
Keberhasilan pelaksanaan tugas pokok Satuan Kewilayahan TNI AD sangat ditentukan oleh sejauh mana Efektivitas Pelaksanaan Pembinaan Fungsi Utarma TNI AD yang diarahkan untuk mewujudkan penampilan salah satu fungsi Pembinaan Teritorial (Binter).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar