Prabowo, Treadmill dan Cek untuk Prajurit
Senin sore ini (9 September 2013) saya bertemu Asaldin Gea di salah
satu kawasan di sekitar Grand Indonesia. Gea begitu panggilannya,
seorang mantan prajurit Kopassus dengan pangkat akhir Kapten TNI. Ia
juga dikenal oleh banyak tentara sebagai mantan ajudan Prabowo di zaman
kemasannya. Usianya masih terbilang muda, 43 tahun dan juga memilih
mundur sebagai tanda kesetiaannya pada sosok Prabowo. Tetapi ia enggan
bicara banyak alasan-alasan kemundurannya. Sebab ia sangat menghormati
lembaga yang pernah membesarkannya itu. “Bicara TNI, sampai akhir hidup
saya tetap menjadi kebanggaan meski saya memilih pensiun muda, itu
privacy saya. Yang pasti kesetiaan ini tak terbatas untuk seorang
jenderal bernama Prabowo Subianto,” katanya singkat.
Sembari diskusi kecil tentang pergerakan politik Pak Prabowo jelang
Pilpres 2014, tiba-tiba Gea tergelak setelah melihat treadmill yang
dipajang di salah satu etalase. (treadmill; fasilitas olah raga lari dan
jogging yang biasa dipakai di ruangan). “Bang, fasilitas treadmill
seperti ini membuat saya pernah gemetaran di depan Pak Prabowo,”
katanya sembari tertawa keras, seolah-olah ia mengingat sesuatu yang
teramat lucu.
Pak Prabowo meminta Gea mengecek harga treadmill itu, siapa tahu bisa
dibelinya. Namun ternyata barang itu tak jadi dibelinya. Entah karena
alasan apa. Padahal di benak Gea sebagai ajudan, uang Prabowo cukup
banyak untuk membeli barang itu. Tentu karena ia seorang perwira tinggi
militer dengan posisi Danjen Kopassus, mantu Pak Harto dan anak
dedengkot ekonomi besar bangsa ini. Sehingga tak ada alasan tidak cukup
uang untuk membelinya.
Sepintas Gea berpikir jika komandannya itu, mungkin memilih waktu dan
kesempatan lain untuk mendapatkannya. Karenanya ia tetap
mengingat-ingat, kapan-kapan Pak Prabowo membutuhkan barang itu. Yang
pasti Gea merasa barang itu sangat dibutuhkan Pak Prabowo, sehingga ia
mencatatnya dalam buku hariannya, was-was jika ia sampai lupa dengan
kebutuhan pimpinannya itu.
Jelang sepekan setelah ‘acara mencoba’ Treadmill di Plaza Indonesia,
di suatu malam Prabowo kedatangan seorang perwira logistik dari sebuah
kesatuan pasukan yang pernah dipimpin Pak Prabowo beberapa tahun
sebelumnya. Karenanya Gea membatin, ada apa perwira ini menghadap
Prabowo sementara ia bukan lagi anak buah langsung Pak Prabowo. “Dik,
saya ingin menghadap Danjen Kopassus, sangat penting” kata Lekol itu
pada Gea. (namanya perwira itu tidak disebutkan, tetapi ia berpangkat
Letkol).
Sebagai ajudan, ia kemudian melaporkan ke Pak Prabowo. Tanpa
basa-basi, Pak Prabowo memerintahkan Gea untuk mengajak letkol yang
ingin menghadap itu. “Segera antar ke sini, beliau itu mantan anggota
saya di kesatuan, pasti sangat penting sehingga ia ingin menemui saya,”
sergah Prabowo.
Saat bertemu kata Gea, wajah perwira ini cukup cemas seolah-olah
punya beban berat. “Silahkan sampaikan apa yang ingin saudara
sampaikan,” kata Prabowo. Mendapat peluang itu sang Letkol menceritakan
kondisi logistik di kesatuannya sangat menipis, sehingga ia butuh dana
sesegera mungkin agar bisa menutupi kebutuhan pasukan di kesatuannya.
Tetapi tak tahu kemana ia harus membicarakan hal ini, dan ia memilih
menemui Pak Prabowo, sebagai perwira yang juga pernah memimpin di
kesatuan itu.
Mendengar hal itu, Prabowo tanpa basa-basi pula meminta Gea
mengeluarkan selembar cek dan menuliskan angka ratusan juta rupiah
untuk dicairkan di Bank Perindustrian. “Segara urus pasukanmu dengan
baik, semoga dana ini cukup untuk anak buahmu,” kata Prabowo pada
perwira logistic itu.
Di benak Gea, kok Prabowo begitu mudah mengeluarkan dana pribadinya
pada kesatuan yang tak lagi dipimpinnya? Tetapi ia enggan bertanya. Yang
teringat hanyalah fasilitas Treadmill yang pernah ingin dibeli Pak
Prabowo. Karenanya Gea juga memanfaatkan kesempatan itu dengan
mengeluarkan selembar cek untuk ditandatangani pimpinannya itu.
Prabowo menoleh pada Gea dan bertanya, “untuk apa lagi cek itu Gea!”
tanyanya. “Siap Pak, untuk kebutuhan fasilitas alat olah raga lari
Bapak” jawab Gea. Mendengar hal itu, Prabowo dengan tegas dan lantang
berkata; “Kamu harus tahu, kebutuhan prajurit jauh lebih penting dari
alat lari yang tak penting itu,” tegas Prabowo.
Setelah sang perwira logistik itu pamit pulang. Gea terdiam ia tak
lagi banyak bicara. ia merasa sangat bersalah dan ketakutan. Karenanya
ia tak berani lagi menyinggung fasilitas treadmill itu hingga karirnya
sebagai ajudan berakhir. Tetapi mengenang cerita itu, ia paham jika
pimpinannya itu punya kepedulian besar pada nasib banyak orang,
sementara ia merasa lucu dengan tingkahnya menyodorkan selembar cek,
dengan harapan Prabowo bisa menikmati kebutuhannya sendiri.
Sumber: Hamzah Pallaloi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar