Magetan - Bati Bhakti TNI
Koramil 0804/02 Plaosan Bersama beberapa anggota melaksanakan pendakian melalui
Pintu Masuk dari Singo langu, kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan, Kabupatèn
Magetan. Kamis (27/6/2019)
Jalur pendakian melalui Singo
Langu ini sebenarnya merupakan jalur pendakian yang sudah lama hanya semenjak
terjadinya belasan pendaki tersesat di Jalur ini maka sejak tahun 1987 di tutup
untuk umum, akan tetapi setelah ada inisiatif dari para pemuda yang membentuk
Pokmas kemudian pada bulan Mei yang lalu mereka membuka lagi jalur tesebut
dengan membersihkan jalur dari semak belukar yang menutupi jalur pendakian.
Melalui jalur pendakian Singo
Langu tersebut para pendaki banyak ditawarkan View pemandangan yang indah dari
sisi timur lereng Gunung lawu, kota Magetan akan lebih nampak terlihat jelas di
Bandingkan melalui jalur pendakian Cemorosewu, Jalur pendakian yang betul-betul
masih alami akan memanjakan mata para pendaki dengan pemandangan alam dari sisi
timur Gunung Lawu, ada lima pos yang akan di lewati dalam jalur pendakian ini yang nantinya akan
tembus dan bertemu dengan jalur dari Cemorosewu di Sendang Drajat.
"Anggota Koramil 0804/02
Plaosan melaksanakan pendakian ini sekaligus mensurvei jalur tersebut dimana
sudah banyak para pendaki semenjak dibukanya jalur pendakian tersebut dari
sektor keamananya yang di lewati para pendaki" Tutur Sertu Argha Darmawan.
Jalur pendakian ini juga di
yakini merupakan jalur yang di lewati Raja Majapahit terakhir ketika menuju
puncak Gunung lawu, Kisah berawal dari masa berakhirnya kerajaan Majapahit,
yakni pada tahun 1400 M. Kala itu, orang yang menduduki kursi kerajaan adalah
Prabu Bhrawijaya V, beliau adalah raja terakhir dari kerajaan Majapahit.
Singkat cerita, saat Raden Fatah
memasuki usia dewasa, ternyata Raden Fatah memeluk agama Islam, ia membelot
dari agama sang ayah yang beragama Budha. Bersamaan dengan meredupnya kerajaan
Majapahit, Raden Fatah pun mendirikan kerajaan Demak yang berpusat di Glagah
Wangi, sekarang lebih dikenal Alun-Alun Demak. Kenyataan yang membuat Prabu
Bhrawijaya V merasa gundah.
Pada suatu malam, Prabu
Bhrawijaya V bersemedi, dalam semedinya, beliau mendapatkan petunjuk yang
mengatakan bahwa kerajaan Majapahit akan meredup dan cahaya beralih ke kerajaan
anaknya, yakni kerajaan Demak. Sesaat itu pula Prabu Bhrawijaya V meninggalkan
kerajaan Majapahit, menuju Gunung Lawu untuk menyendiri.
Sesaat setelah meninggalkan
kerajaannya, sebelum naik ke Gunung Lawu, Prabu Bhrawijaya V bertemu dengan dua
orang pengikutnya, kepala dusun dari wilayah kerajaan Majapahit, masing-masing
dari mereka adalah Dipa Menggala dan Wangsa Menggala.
Karena mereka berdua tidak tega
melihat Prabu Bhrawijaya V berjalan sendirian, mereka pun ikut menemani Prabu
Bhrawijaya V naik ke puncak Gunung Lawu.
Setelah sampai di puncak Hargo
Dalem, Prabu Bhrawijaya V berkata kepada 2 pengikut setianya. Selesai
mengucapkan kalimat itu, Prabu Bhrawijaya V pun menghilang. Hingga kini, jasad
beliau tidak pernah ditemukan oleh siapa pun.
Setelah Prabu Bhrawijaya V
melakukan moksa dan menghilang, tersisalah 2 pengikut setianya, Sunan Gunung
Lawu dan Kyai Jalak. Sejarah bercerita, mereka berdua menjalankan amanat Prabu
Bhrawijaya V, mereka menjaga gunung Lawu.
Dengan kesempurnaan ilmu yang
mereka punya, Sunan Gunung Lawu menjelma menjadi makhluk ghaib dan Kyai Lawu
menjelma menjadi seekor burung Jalak berwarna gading.
Kisah tentang burung Jalak Gading
ini masih berlanjut hingga saat sekarang, banyak orang percaya bahwa burung
Jalak Gading sering muncul dan meberi petunjuk jalan menuju puncak Gunung Lawu
kepada para pendaki yang memiliki tujuan baik.
Sedangkan, apabila pendaki
memiliki niatan buruk, Kyai Jalak tidak akan merestui mereka, akibatnya, para
pendaki yang memiliki niatan buruk akan terkena nasib nahas. (R.02)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar